Ada direktur yang gajinya Rp 85 juta, namun utangnya 60 persen dari
jumlah gajinya. Tapi ada karyawan yang gajinya tidak sebesar itu, namun
memiliki aset yang nilainya terus meningkat. Bagaimana kita harus
mengelola gaji? Inilah tips mengelola gaji yang disampaikan Eko Endarto,
seorang financial planner.
Menurut Eko, seseorang disebut kaya, tidak ditentukan dari jumlah uang
yang didapat setiap bulan, tetapi dari bagaimana seseorang mengelola
gajinya.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan untuk bisa mengelola gaji dengan benar. Yaitu, konsumsi, utang, investasi, dan proteksi.
"Ada orang yang gajinya tinggi, tapi setiap bulan selalu habis karena ia
terlalu konsumtif. Bagaimana seorang direktur bergaji Rp 85 juta,
malah duitnya habis untuk bayar utang yang jumlahnya 60 persen dari
gajinya? Karena pengeluarannya ada 76 macam. Sang direktur menghabiskan
gajinya untuk ikut fitnes, ikut main golf, istrinya sering ke spa dan
lainnya," ungkap Eko Endarto.
Menurut Eko, ada empat hal yang perlu diperhatikan untuk bisa mengelola
gaji dengan benar. Yaitu, konsumsi, utang, investasi, dan proteksi.
Buatlah prioritas
Dalam hal konsumsi, kata Eko, kita harus membuat prioritas, mulai dari
sosial keagamaan, pembayaran cicilan utang, investasi, dan kebutuhan
hidup. Dari keempat hal itu, yang tidak terbatas adalah kebutuhan hidup.
Karena itu pengeluaran untuk kebutuhan hidup harus dilakukan secara
bijak.
Pengeluaran tak ada batasnya, namun pemasukan terbatas. Untuk itulah
kita harus bisa menjadikannya wajar dengan mengalokasikan secara tepat.
Pengeluaran untuk sosial keagamaan minimal 2,5 persen, pembayaran
cicilan utang maksimal 30 persen, dan untuk investasi minimal 20 persen.
"Utamakan kebutuhan daripada keinginan," ingat Eko.
Bolehkah berutang?
Soal utang, Eko mengingatkan bahwa utang selalu menjadi masalah.
Seseorang yang memiliki utang sebenarnya membuat aset yang dibelinya
dari hasil utang menjadi tambahan biaya. Seseorang yang memiliki kartu
kredit, sebaiknya membayar lunas sebelum jatuh tempo karena jika hanya
membayar jumlah minimal, artinya jumlah yang harus dilunasi bertambah
dan waktunya makin banyak.
Misalkan seseorang berutang Rp 1 juta, lalu membayar minimalnya 10
persen setiap bulan, artinya yang bersangkutan baru bisa melunasi
utangnya selama 29 bulan. "Masalah ini kadang diremehkan. Jika dibiarkan
bertahun-tahun, akan menjadi masalah besar. Bahkan seseorang harus
keluar dulu dari perusahaannya dan mendapat pesangon, baru bisa membayar
utang dari pesangon itu," jelas Eko.
Jadi, kata Eko, utang sebenarnya pengurang kekayaan kita. Utang hanya
merupakan penambahan biaya, apalagi aset konsumtif. "Dan hak atas aset
kita akan hilang, bila kita tak bisa membayar utang itu. Seseorang
membeli mobil, yang diperoleh malah debt collector, dan asetnya malah
hilang.
Namun Eko mengatakan, kita boleh berutang jika pengeluaran itu merupakan
kebutuhan yang mendesak. "Misalkan ada anggota keluarga yang sakit,
tak ada tabungan, tidak ada penggantian," ujarnya.
Eko menambahkan pula, kita boleh berutang asalkan mendapatkan aset yang
produktif. Kalaupun tidak mendapatkan dalam bentuk tunai, tapi nilainya
baik. "Berutanglah untuk aset yang nilainya terus naik, misalnya
membeli properti atau emas," katanya.
Kunci investasi
Eko menjelaskan pula soal pentingnya berinvestasi untuk menjamin
keuangan masa depan. Jika hanya menabung, jumlahnya bertambah dan
nilainya bertambah, tapi nilainya masih di bawah inflasi. Sedangkan jika
berinvestasi, jumlahnya bertambah, nilainya juga bertambah, tapi
nilainya lebih tinggi dari inflasi.
Mempersiapkan keuangan di masa depan setelah pensiun sangat penting.
Selama ini pensiunan hanya mempersiapkan dari tabungan, pesangon kantor,
dan Jamsostek.
Lalu apa kunci investasi? Pertama, miliki tujuan. Kedua, sesuaikan dgn
profil risiko. Ketiga, pilih produk yang tepat, Ini kadang tidak
diperhatikan dengan benar.
Proteksi
Untuk melindungi diri dan keluarga, apakah Anda sudah mengikuti
asuransi? Asuransi jiwa minimal harus bisa mengganti 100 bulan
pengeluaran bulanan.
Tapi untuk asuransi kesehatan, jika biaya kesehatan ditanggung
perusahaan, apakah masih perlu ikut asuransi kesehatan? "Ambillah yang
dibutuhkan, bukan yang ditawarkan," ingat Eko.
Lalu ikutilah juga asuransi kerugian untuk harta benda. Namun jika rumah
berada di gunung, untuk apa rumah diasuransikan soal banjir?
[kompas]