Rawa Pening ("pening" berasal dari "bening") adalah danau sekaligus tempat wisata air di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dengan luas 2.670 hektare. ia menempati wilayah Kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru. Rawa Pening terletak di cekungan terendah lereng Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran.
Danau ini mengalami pendangkalan yang pesat. Pernah menjadi tempat mencari ikan, kini hampir seluruh permukaan rawa ini tertutup eceng gondok. Gulma ini juga sudah menutupi Sungai Tuntang, terutama di bagian hulu. Usaha mengatasi spesies invasif ini dilakukan dengan melakukan pembersihan serta pelatihan pemanfaatan eceng gondok dalam kerajinan, namun tekanan populasi tumbuhan ini sangat tinggi.
Menurut legenda, Rawa Pening terbentuk dari muntahan air yang mengalir dari bekas cabutan lidi yang dilakukan oleh Baru Klinthing. Cerita Baru Klinthing yang berubah menjadi anak kecil yang penuh luka dan berbau amis sehingga tidak diterima masyarakat dan akhirnya ditolong janda tua ini sudah berlalu.
Rawa ini digemari sebagai obyek wisata pemancingan dan sarana olahraga air. Namun akhir-akhir ini, perahu nelayan bergerak pun sulit.
Satu lagi obyek wisata di daerah Jawa Tengah, tepatnya di selatan kota Ambarawa, jika anda dari arah kota Semarang dan menuju kota Yogyakarta, tidak ada salahnya anda berkunjung sebentar di danau ini. Selain memanjakan mata anda dengan pemandangan danau yang tenang nan indah, secara spritual pun jiwa anda akan diobati dengan nyanyian alam yang berbisik halus ke relung jiwa anda.
Tips saya untuk mengunjungi Danau Rawapening, pilihlah waktu di pagi hari agar bisa melihat sunrise, sehingga kesempatan untuk menjumpai warga lokal yang mulai beraktifitas. Nelayan, petani eceng gondok adalah mata pencarian warga sekitar di wilayah danau Rawapening ini.
Dengan berbekal koordinat Google Earth dan GPS Hp, jam 4 pagi saya berangkat dari Semarang, sampai di kota Ambarawa sekitar pukul 5 pagi, sial bagi saya matahari sudah muncul cukup tinggi, sehingga hasrat untuk mengabadikan sunrise sirna sudah. Tiket masuk menurut saya cukup murah jika dibandingkan orkestra alam yang bernyanyi khusus untuk saya pagi itu. Dengan udara pagi yang sejuk, saya mulai menelusuri jalan kecil menuju ‘bukit cinta’. Dari sini terlihat Rawapening yang syahdu, sangat pantas jika dinamakan bukit cinta, sebab tempat ini bisa menyentuh sisi romantisme seseorang.
Setelah dari bukit cinta saya menulusuri tangga menuju bibir Danau Rawapening, banyak nelayan – nelayan yang mencari ikan dan petani eceng gondok yang sedang panen, padahal jam baru menunjukkan 5.30 pagi. Luar biasa dan sekali lagi sungguh pemandangan yang syahdu untuk dinikmati jiwa dan raga.
Oh ya, anda akan ditawari berkeliling danau Rawapening menggunakan sampan nelayan, sayangnya saya agak – agak penakut jika harus naik sampan kecil di tengah danau, jadi saya melewatkan kesempatan itu. Cukup membayar Rp.30.000 anda bisa berkeliling danau Rawapening. Tidak mahal bukan.
Segitu dulu yah gan, semoga agan-agan berkenan dan juga tetap melestarikan budaya dan alam indonesia yang luar biasa indah dan hebat ini. Semoga bapak – bapak pejabat disana ga sekedar ngambil untung aja dari kekayaan alam Indonesia, tapi juga dipikirkan apa yang akan kita – kita tinggalkan untuk anak cucu kita.