Menurut profesor biologi dePamphilis Claude di Penn State University, dua gejolak besar dalam genom tanaman terjadi ratusan juta tahun silam, hampir 200 juta tahun lebih awal dari perkiraan kelompok penelitian lain.
Studi ini juga menunjukkan, gejolak itu menghasilkan ribuan gen baru yang bisa membantu mendorong ledakan evolusioner mengarah pada keragaman tanaman berbunga saat ini.
Studi yang menyediakan banyak data genetik baru dan skala waktu evolusi yang lebih tepat ini diharapkan bisa mengubah cara pandang ahli biologi melihat spesies tanaman, khususnya tanaman berbunga.
“Kami mulai dengan beberapa studi intens detektif genom pada Ancestral Angiosperm Genome Project (AAGP) yang telah dikumpulkan dari garis keturunan paling awal tanaman berbunga yang masih hidup,” kata dePamphilis.
Pada titik tertentu sejarah kuno, satu atau lebih metamorfosis genetik terjadi pada tanaman berbunga. Metamorfosis ini bisa menjelaskan keberhasilan begitu banyak spesies hidup di bumi saat ini. “Hal terpenting, kami menduga perubahan penting ini didorong mekanisme umum, bukan peristiwa independen,” lanjutnya.
Setelah memeriksa volume bukti molekuler, tim menemukan dan menghitung kapan terjadinya mutasi DNA khusus jenis mutasi yang merevolusi keturunan tanaman berbunga. “Peristiwa poliploidi ini pada dasarnya merupakan akuisisi melalui mutasi ‘dosis ganda’ bahan genetik,” jelas mahasiswa pascasarjana dan penulis studi Yuannian Jiao.
Pada vertebrata, meski duplikasi genom terjadi, hal itu umumnya mematikan. Di sisi lain, tanaman seringkali bertahan hidup dan terkadang bisa mendapat keuntungan dari genom yang digandakan, ungkap Jiao.
Jiao menjelaskan, selama beberapa generasi, gen yang paling banyak digandakan melalui poliploidi hilang begitu saja. Namun, gen lain yang mengadopsi fungsi-fungsi baru ini membagi ‘beban kerja’ dengan segmen genetik yang diduplikasi. Alhasil, pembudidayaan menjadi lebih efisiensi dan mengkhususkan tugas genom.
Jiao juga menjelaskan, meski peristiwa poliploidi kuno didokumentasikan dengan baik dalam proyek sekuens tanaman genom, ahli biologi memperkirakan poliploidi terawal pada tanaman berbunga terjadi sekitar 125-150 juta tahun silam. “ Ada indikasi terjadinya peritiwa ini namun tak ada bukti,” kata Jiao.
Hal inilah yang membuat temuan tim ini menarik. Tim mengidentifikasi dua peristiwa besar, leluhur semua tumbuhan berbiji sekitar 320 juta tahun silam dan terjadinya keturunan tanaman berbunga khusus sekitar 192-210 juta tahun silam. “Peristiwa ini terjadi 200 juta tahun lebih awal dari kejadian seperti diasumsikan,” katanya.
Peristiwa poliploidi mungkin diatur dalam gerakan semacam kebangkitan genomik dan memunculkan varietas masa kini, tambah dePamphilis. “Berkat peristiwa semacam ini, DNA berhasil diduplikasi dan ditambahkan pada genom dan membuat tanaman berbunga mampu berkembang lebih baik. Tanaman ini mendapat kesempatan menjadi sangat beragam, indah, dan umum,” kata dePamphilis.
Tim dePamphilis mengaku menelusuri sejarah beberapa gen utama untuk menentukan cara kerja tanaman berbunga. Berkat dua peristiwa poliploidi, tim mengidentifikasi tanaman berbunga menikmati keuntungan evolusi yang berbeda untuk hidup pada perubahan iklim yang keras, bahkan dari kepunahan massal.
Peristiwa kepunahan massa binatang dan tumbuhan 65,5 juta tahun silam mungkin memicu dampak asteroid besar ini, lanjutnya. “Sejak Charles Darwin menyebut diversifikasi tanaman berbunga dalam rekaman fosil ‘misteri’, generasi ilmuwan berusaha keras memecahkan teka-teki tersebut,” kata dePamphilis.
Tim mengatakan, ratusan ribu spesies tanaman berbunga berhasil menunjukkan jejak genetik peristiwa poliploidi kuno. “Makin jauh kita mendorong kapan terjadinya peristiwa itu, kami makin yakin mengklaim semua tanaman berbunga merupakan hasil duplikasi skala besar genom”.
Terdapat kemungkinan, peristiwa poliploidi setara dua ‘big bang’ untuk tanaman berbunga, tambahnya. Temuan studi ini diterbitkan dalam jurnal ‘Nature’.